Seorang Kakek Yang Tak Lelah Berjuang

Di suatu sore yang indah, ada seorang kakek yang sedang duduk di samping rumahnya. Dia sering melamun dikala mentari sudah mulai menghilangkan wujudnya. Kakek itu sudah berumur sekitar 90 atau 100 tahunan, dengan rambut yang sudah memutih, gigi yang sudah mulai ompong, kulitnya yang sudah keriput, bahkan punggungnya pun sudah mulai membungkuk dengan suara yang sudah mulai tak jelas ketika dia berbicara dengan orang lain, tetapi meskipun sudah tua dia tetap kuat dan tegar melawan kerasnya kehidupan dan cobaan. Seperti yang dikatakan oleh orang-orang fisik boleh tua tetapi jiwa tetaplah muda. Pada zaman sekarang banyak anak mudah yang malas untuk berkerja, ada lagi yang hanya bisa memanfaatkan harta milik orang tuanya, ya seperti aku ini sampai sekarang hanya bisa meminta uang kepada orang tua. Aku malu pada kakek tersebut n dia inspirasi bagiku, meskipun hidup banyak tantangan dan cobaan dalam hidup kita harus tetap bersemangat.  
Kakek itu hidup sebatang kara, istrinya sudah lama meninggal. Dengar dari omongan para tetanggaku dia memiliki seorang anak tetapi sampai sekarang anaknya tidak pernah pulang dari tempat merantau. Kakek itu pun tidak pernah mendengar kabar lagi dari anaknya itu. Rumahnya jauh dari penduduk lain atau lebih dekat dengan kebun milik keluargaku. Sehari-harinya dia bekerja sebagai petani sayur, kebetulan kebun sayur miliknya berdekatan dengan kebun kami.  Di kebun kecilnya itu dia menanam beberapa jenis sayur. Dia mendapatkan uang untuk membiaya hidupnya dengan cara menjual sayur-sayurnya kepada penduduk-penduduk yang ada di kampungku. Dia tak pernah putus asa atau pun mengeluh bahkan dia pun tak pernah menyesali tentang kehidupanya. Dia memang sangat luar biasa. Kakek itu mempunyai sifat yang mungkin tak sama dengan orang lain. Sifatnya yang sangat penyabar dan tak pernah gelisah dalam menghadapi cobaan apapun. Bekerja sebagai petani sayur ia tekuni sejak anaknya mulai menginjak bangku sekolah sampai anaknya lulus SMA, disaat itu dia masih bersama dengan istrinya. Istri kakek ini sangat pintar dalam menjahit, hasil jahitan sangat bagus dan indah. Setelah anaknya lulus SMA, anaknya memutuskan untuk merantau. Awal-awal anaknya di tanah rantau masih memberi kabar dengan si kakek dan istrinya tapi semenjak ibunya (nenek) meninggal dia pun tak memberi kabar dengan ayahnya lagi (kakek). Sejak saat itu sampai sekarang kakek hanya bisa memendam rasa rindunya.
Banyak orang yang menganggap pekerjaannya itu sepele, tapi bagi kakek menjadi seorang petani sayur adalah pekerjaan yang sangat mulia karena dengan dia menekuni pekerjaan itu bisa bertahan hidup. Suatu sore ditemani secangkir kopi dan hangatnya cahaya senja, kakek duduk didepan rumahnya, sambil memegang sebuah bingkai foto yang sudah rusak, ternyata itu adalah bingkai foto istrinya. Dia melihat foto itu sambil meneteskan air mata. Mungkin dalam hati kecilnya berkata “aku ingin mati saja supaya bisa bertemu dengan istriku”. Kakek itu memiliki sebuah radio kecil, kalau dia membersihkan kebunnya di sore ataupun pagi hari dia pasti membawa dengan radio kecilnya itu  dan menyiram sayur-sayurnya sambil mendengarkan musik khas manggarai. Kadang kalau hatinya sedang gundah atau bahasa anak jaman sekarang sedang galau ya karena menahan rindu dengan si nenek dia sering memutar musik untuk menghilangkan kejenuha dan kegundahannya, disertai dengan kicauan burung dengan semilir angin, kakek ini merasakan aman dan damainya kehidupan.
Kakek ini banyak disegan oleh warga setempat, karena sifatnya yang mulia dan tak kenal lelah. Dia sering membantu orang lain, meskipun hidupnya sendiri serba kekurangan. Meskipun sudah tua, dia tetap bekerja sebisanya, dia tak mau dikasihani meskipun banyak orang yang mau membantunya. Dia pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa fasilitas (rumah yang lebih layak) tapi dia menolak. Dia hanya mau tinggal di rumahnya sendiri. Karena baginya dengan rumah gubuknya itu mempunyai banyak kenangan dengan istrinya dengan anaknya msekipun anaknya tak pernah kembali lagi. Akhirnya pemerintah dan warga setempat tak memaksanya mereka menggantikannya dengan memberikan uang kepada kakek tiap enam bulan.
       
Gambar ilustrasi
       Hidup memang penuh dengan tantangan dan cobaan. Tetapi jika menjalaninya dengan sungguh-sungguh, tantangan dan cobaan ini pasti akan lunak atau akan menyerah pada kita. Bukan kita yang akan menyerah pada tantangan dan cobaan, melainkan tantatangan dan cobaan itulah yang akan menyerah pada kita. Kata-kata inilah yang menjadi prinsip kakek itu, kata-kata ini dia selalu ingat. Inilah yang menjadi motivasi kakek untuk menjadi lebih kuat dalam menghadapi cobaan apapun.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hanya Ingin Bersama Dengan-Mu

Selamat Pagi

Kepada Fajar