Menganalisis Pola Plot Cerpen “Seribu Kunang-kunang di Manhattan” Menggunakan Gaya Analitik
Menganalisis Pola Plot Cerpen “Seribu Kunang-kunang di Manhattan” Menggunakan Gaya Analitik
Sebuah cerpen bisa terlihat indah bukan karena kisah atau tema yang menarik tetapi sebuah cerita bisa menarik jika memiliki pola alur atau plot yang menarik. Pola plot atau alur adalah pola dasar yang membangun situasi dan kejadian-kejadian penting dalam sebuah cerpen. Apakah pola atau keteraturan plot dalam cerpen ini seperti plot atau alur cerpen pada umumnya? Namun, apakah ada kelemahan atau pengecualian jika cerpen ini tidak menggunakan pola plot yang telah ditemukan?
“Seribu Kunang-kunang di Manhattan” karya Umar Kayam, sebuah cerpen yang terpilih menjadi salah satu cerpen terbaik majala sastra horison tahun 1996/1997. Cerpen ini menceritakan tentang sepasang manusia modern, yaitu Marno dan Jane yang berdialog tentang berbagai hal. Terkesan pula bahwa kedua tokoh itu tampak kesepian. sekalipun Marno dan Jane ini saling jatuh cinta, tapi ternyata cinta mereka tak mengusir kesepian itu satu situasi jiwa yang banyak menghadapi manusia modern. Tokoh Marno dan Jane dalam cerpen ini juga merupakan cerpen yang tidak bercerita, tetapi disajikan dalam bentuk suasana. Kedua tokohnya masing-masing sibuk dengan dunianya sendiri.
Pada Umar Kayam, tokoh-tokoh adalah manusia nyata, ia lebih menekankan manusia yang serba terasing dan tergencet oleh suatu situasi dan suasan tertentu. sifat keterasingan dalam dunia yang ramai itu biasanya sifat manusia dalam kota dan masyarakat modern. Mereka saling egois dan bergelut dengan dunianya masing-masing. Penulis menampilkan cerpen ini benar-benar sinkronis dengan alam jiwa para pelakunya, meskipun tidak ada unsur penceritaan yang jelas atau konflik, sehingga membuat tema menjadi nonsense. Jane yang biasa bebas dalam gerak dan tindakkan, dalam memenuhi apa yang diingini, karena itu ia biasa secara terbuka menyatakan apa yang terkandung dalam sanubarinya. Tetapi tidak demikian dengan Marno, ia lebih impresif, terkungkung oleh dunia kecilnya yang serba “tenggang rasa”, dan karenanya itu pula ia tidak mungkin menerima piyama yang disediakan Jane karena ia tidak memungkin pula memenuhi undangan Jane untuk nginap di situ.
Cerpen Umar Kayam ini membawa nuansa baru dalam khazanah kesusastraan Indonesia. Bentuk ceritannya yang mengalir dengan indah memaparkan segi-segi yang hakiki dari suasana batin manusia secara universal. Cerpen yang menyajikan kekosongan jiwa dari manusia metropolis dan ingin kembali kepada impian-impian, tetapi justru pelarian kepada dunia romantis membuat mereka kian terpencil dan sendiri. Dan ini semua merupakan penyakit manusia modern. Cerpen ini juga menghantarkan pembaca kepada konflik tanpa harus mengakhiri konflik tersebut. Artinya pembaca dibawah ke sebuah konflik namun konflik tersebut dibiarkan begitu saja tanpa ada klimaks, anti-klimaks, dan resolusi.
Pola atau keteraturan Alur atau plot Cerpen “Seribu Kunang-Kunang di Manhattan”
Dalam cerpen “Seribu Kunang-Kunang di Manhattan” ini, Umar Kayam membungkus dengan penataan alur dialog dengan halus dan tertata. Gambaran umum alur/plot yang digunakan Kayam adalah alur gerak (the action plot) sama seperti alur yang digunakan pada cerpen pada umumnya. Bedanya dalam cerpen ini konfliknya tidak terlalu rumit dan tidak akhir dari konflik itu. Dari segi kualitas alur/plot, cerpen ini diklasifikasikan beralur longga. Karena dialog antara Marno dan Jane membicarakan apa saja. Membicarakan tentang Marno, tentang Jane dan tentang hal lainnya. salah satunya yang tergambar dari kutipan awal cerita berikut “Mereka duduk bermalas-malasan di sofa. Marno dengan segelas scotch dan Jane dengan segelas martini. Mereka sama-sama memandang ke luar jendela.”
“Bulan itu ungu, Marno”
“Kau tetap hendak memaksaku untuk percaya itu?”
“Ya, tenjtu saja, kekasihku. Ayolah akui, itu ungu, bukan?
“Kalau bukan itu ungu, apa pula warna langit dan mendungnya itu?”
“Oh, aku tidak ambil pusing tentang langit dan mendung. Bulan itu u-ng-u! U-ng-u! Ayolah, bilang, ungu!’
“Kuning keemasan!”
“Setan! Besok aku bawa kau ke dokter mata.”
Dalam kutipan ini menunjukkan bahwa yang membuka percakapan dalam cerpen ini adalah Jane dengan menyatakan bahwa bulan yang terlihat di kamar mereka adalah berwarna ungu. Dan Marno menyanggalnya. kemudian Jane bercerita lagi tentang Alaska dan Jane mulai teringat pada bekas suaminya. Ia mengira Tommy, bekas suaminya ada di Alaska saat itu. Berikut kutipannya
“Marno berdiri, pergi ke dapur untuk menambahkan air serta es ke dalam gelasnya, lalu di duduk kembali di sofa di samping Jane. Kepalanya sudah terasa tidak betapa enak.”
“Marno, Sayang.”
“Ya, Jane”.
“Bagaimana Alaska Sekarang?”
“Alaska? Bagaimana aku tahu. Aku belum pernah ke sana.”
“Maksudku hawanya pada saat ini.”
“Tommy, suamiku, bekas suamiku, suamiku, kautahu…. Eh, maukah kau kau membikinkan aku segelas…. ah, kau tidak pernah bisa bikin martini. Bukankah kau selalu bingung martini itu campuran gin dan vermouth atau gin dan bourbon? Oooooh, aku harus bikin sendiri lagi ini…..Uuuuuup……”
Kutipan II
Dengan susah payah Jane berdiri dan dengan hati-hati berjalan ke dapur. suara gelas dan botol beradu, terdengar dentang-dentang.
Dari dapur, “bekas suamiku, kautahu….. Marno, Darling.”
“Ya, ada apa dengan dia?”
“Aku merasa dia ada di Alaska sekarang”.
Pelan-pelan Jane berjalan kembali ke sofa, kali ini duduknya mepet Marno.
“Di Alaska. Coba bayangkan, Di Alaska.”
“Tapi Minggu yang lalu kaubilang dia ada di Texas atau di Kansas atau mungkin di Arkansas.”
“Aku bilang, aku me-ra-sa Tommy berada di Alaska.”
“Ok.”
“Mungkin juga tidak ada di mana-mana.”
Jane mulai terbawa kerinduannya pada Tommy, bekas suaminya. Ia merasa di Alaska sana Tommy kedinginan dan merasa kesepian dan Jane khawatir. Jane ingin bercerita pada Marno mengenai cerita Tommy yang mengirimkan sebuah boneka Indian yang cantik. Namun ceritanya tak selesai ketika Jane mengetahui bahwa cerita itu telah diceritakan kepada Marno.
Penampilan masalah pada cerpen ini di mulai dari Marno yang teringat akan memorinya pada kampung halamanya, ia berimajinasi bahwa ada suara jangkrik dan katak yang bernyanyi di luar kamarnya, Manhattan. Jane mulai merasa tidak nyaman dengan penceritaan Marno, ia berteriak kencang seolah memarahi Marno. Jane mulai meracau kembali tentang Tommy, Kali ini ia menceritakan tentang ia pernah pergi bersama Tommy ke Central Park Zoo. Dan lagi-lagi cerita itu telah disampaikan kepada Marno. Jane mulai menganggap dirinya membosannkan, karena ceritannya telah semua disampaikan kepada Marno. Marno mulai merasa istrinya ada di sampinya saat itu dan Marno mulai berimajinasi bahwa ada kunang-kunang di malam itu di luar kamarnya. Ia bercerita tentang kunang-kunang kepada Jane yang tak tahu apa itu kunang-kunang. Pada akhir cerita, cerpen ini beralur terbuka. Diakhiri ketika Marno pergi setelah berpamitan dengan Jane. Alur tebuka tergambar pada kutipan akhir cerita berikut “Kemudian pelan-pelan diciumnya dahi Jane, seperti dahi itu terbuat dari porselen. Lalu menghilanglah Marno dibalik pintu, langkanya terdengar sebentar dari dalam kamar turutn tangga. Di kamarnya, ditempat tidur sesudah meminum beberapa butir obat tidur, Jane merasa bantalnya basah.”Akhir cerita ini begitu terbuka dan multitafsir. Pembaca diajak menafsirkan sendiri makna dari akhir cerita tersebut.
Dalam analisi ini diperlihatkan bahwa tidak adanya penyelesaian konflik atau bahkan konflik munculkan oleh Kayam sendiri. Kayam hanya menempatkan pembaca pada situasi konflik atau pengantar konflik yang kurang jelas. Pada alur atau plot yang telah ditemukan tidak ada kelemahan atau pengecualian karena plot atau alut yang ditemukan sangat tepat. Kelemahan pada cerpen ini hanya terletak pada alur konflik yang kurang jelas sehingga pada akhirnya tidak ada penyelesaian terhadap konflik tersebut.
Penutup
Pola plot/alur yang digunakan dalam cerita “Seribu Kunang-kunang di Manhattan” adalah alur gerak/maju. Dalam kualitas alur/plot, cerpen ini diklasifikasikan dengan alur lembut. Yang artinya, jika akhir cerita berupa bisikan, tidak mengejutkan pembac, namun tetap disampaikan dengan mengesan sehingga terus mengiang di telinga pembaca. Cerpen ini memiliki nilai sastra tinggi terhadap unsur sosial masyarakat. Umar Kayam telah berhasil membawa pembaca kedalam horizon-horizon imajinatif dan simpulan yang menghasilkan bermacam pendapat tematik yang dihasilkan pembaca dituntut menjadi pengarang. Untuk merumuskan ending dari sebuah cerita, Kayam mengarahkan pembaca dari menjadi orang pintar dan berfungsi edukatif dalam setiap karyanya.
Secara teknik, sebuah cerpen atau tulisan terlihat menarik jika menggunakan sarana-sarana secara efektif untuk kebutuhan penceritaannya. Penggunaan plot/alur dalam sebuah cerita sangat mendukung jalannya cerita dan konflik atau masala dalam cerita bisa terlihat menarik dan ada penyelesaian di akhir cerita.
Komentar
Posting Komentar